Intubasi a.k.a Memasang Selang Nafas (ETT)
Pernah
besuk (atau bezuk?) seseorang di ICU? pernah lihat yang namanya selang
nafas? nah, itu yang akan kita bahas sedikit disini.
Intubasi
trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea, orang awam sering sebut
sebagai selang nafas, ke dalam trakea melalui rima glottis, sehingga
ujung distalnya berada kira-kira pada pertengahan antara pita suara dan
bifurkasio trakea.
Alat
Sebelum melakukan tindakan intubasi trakea, ada beberapa alat yang perlu disiapkan yang disingkat dengan STATICS.
1. S = Scope
Yang dimaksud scope di
sini adalah stetoskop dan laringoskop. Stestoskop untuk mendengarkan
suara paru dan jantung serta laringoskop untuk melihat laring secara
langsung sehingga bisa memasukkan pipa trake dengan baik dan benar.
Secara garis besar, dikenal dua macam laringoskop:
a. Bilah/daun/blade lurus (Miller, Magill) untuk bayi-anak-dewasa.
b. Bilah lengkung (Macintosh) untuk anak besar-dewasa.
Pilih
bilah sesuai dengan usia pasien. Yang perlu diperhatikan lagi adalah
lampu pada laringoskop harus cukup terang sehingga laring jelas
terlihat.
2. T = Tubes
Yang
dimaksud tubes adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia, pipa trakea
mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat
dari bahan standar polivinil klorida. Ukuran diameter pipa trakea dalam
ukuran milimeter. Bentuk penampang pipa trakea untuk bayi, anak kecil,
dan dewasa berbeda. Untuk bayi dan anak kecil di bawah usia lima tahun,
bentuk penampang melintang trakea hampir bulat, sedangkan untuk dewasa
seperti huruf D. Oleh karena itu pada bayi dan anak di bawah lima tahun
tidak menggunakan kaf (cuff) sedangkan untuk anak besar-dewasa menggunakan kaf supaya tidak bocor. Alasan lain adalah penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma selaput lendir trakea dan postintubation croup.
Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube). Nasotracheal tube umumnya digunakan bila penggunaan orotracheal tube tidak memungkinkan, mislanya karena terbatasnya pembukaan mulut atau dapat menghalangi akses bedah. Namun penggunaan nasotracheal tube dikontraindikasikan pada pasien dengan farktur basis kranii.
Di pasaran bebas dikenal beberapa ukuran pipa trakea yang tampak pada tabel di bawah ini.
Usia
|
Diameter (mm)
|
Skala French
|
Jarak Sampai Bibir
|
Prematur
|
2,0-2,5
|
10
|
10 cm
|
Neonatus
|
2,5-3,5
|
12
|
11cm
|
1-6 bulan
|
3,0-4,0
|
14
|
11 cm
|
½-1 tahun
|
3,0-3,5
|
16
|
12 cm
|
1-4 tahun
|
4,0-4,5
|
18
|
13 cm
|
4-6 tahun
|
4,5-,50
|
20
|
14 cm
|
6-8 tahun
|
5,0-5,5*
|
22
|
15-16 cm
|
8-10 tahun
|
5,5-6,0*
|
24
|
16-17 cm
|
10-12 tahun
|
6,0-6,5*
|
26
|
17-18 cm
|
12-14 tahun
|
6,5-7,0
|
28-30
|
18-22 cm
|
Dewasa wanita
|
6,5-8,5
|
28-30
|
20-24 cm
|
Dewasa pria
|
7,5-10
|
32-34
|
20-24 cm
|
*Tersedia dengan atau tanpa cuff
Tabel 1. Pipa Trakea dan peruntukannya
Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil:
Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4,0 + ¼ umur (tahun)
Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (tahun)
Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (tahun)
Pipa
endotrakea adalah suatu alat yang dapat mengisolasi jalan nafas,
mempertahankan patensi, mencegah aspirasi serta mempermudah ventilasi,
oksigenasi dan pengisapan.
Gambar 4. Pipa endotrakea
Pipa
endotrakea terbuat dari material silicon PVC (Polyvinyl Chloride) yang
bebas lateks, dilengkapi dengan 15mm konektor standar. Termosensitif
untuk melindungi jaringan mukosa dan memungkinkan pertukaran gas, serta
struktur radioopak yang memungkinkan perkiraan lokasi pipa secara tepat.
Pada tabung didapatkan ukuran dengan jarak setiap 1cm untuk memastikan
kedalaman pipa.
Anatomi
laring dan rima glotis harus dikenal lebih dulu. Besar pipa trakea
disesuaikan dengan besarnya trakea. Besar trakea tergantung pada umur.
Pipa endotrakea yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar yang
masih dapat melalui rima glotis tanpa trauma. Pada anak dibawah umur 8
tahun trakea berbentuk corong, karena ada penyempitan di daerah
subglotis (makin kecil makin sempit). Oleh karena itu pipa endaotrakeal
yang dipakai pada anak, terutama adalah pipa tanpa balon (cuff). Bila
dipakai pipa tanpa balon hendaknya dipasang kasa yang ditempatkan di
faring di sekeliling pipa tersebut untuk mencegah aspirasi untuk fiksasi
dan agar tidak terjadi kebocoran udara inspirasi. Bila intubasi secara
langsung (memakai laringoskop dan melihat rima glotis) tidak berhasil,
intubasi dilakukan secara tidak langsung (tanpa melihat trakea) yang
juga disebut intubasi tanpa lihat (blind). Cara lain adalah dengan menggunakan laringoskop serat optik
Untuk
orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk memakai pipa
dengan balon lunak volume besar tekanan rendah, untuk anak kecil dan
bayi pipa tanpa balon lebih baik. Balon sempit volume kecil tekanan
tinggi hendaknya tidak dipakai karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa
trakea. Pengembangan balon yang terlalu besar dapat dihindari dengan
memonitor tekanan dalam balon (yang pada balon lunak besar sama dengan
tekanan dinding trakea dan jalan nafas) atau dengan memakai balon
tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari plastik yang tidak
iritasif.
Berikut ditampilkan berbagai ukuran pipa endotrakea baik dengn atau tanpa cuff. Ukuran
penggunaan bervariasi bergantung pada usia pasien. Untuk bayi dan anak
kecil pemilihan diameter dalam pipa (mm) = 4 + ¼ umur (tahun).
Size
PLAIN |
Size
CUFFED |
2.5 mm
|
4.5 mm
|
3.0 mm
|
5.0 mm
|
3.5 mm
|
5.5 mm
|
4.0 mm
|
6.0 mm
|
4.5 mm
|
6.5 mm
|
7.0 mm
| |
7.5 mm
| |
8.0 mm
| |
8.5 mm
| |
9.0 mm
|
Pemakaian
pipa endotrakea sesudah 7 sampai 10 hari hendaknya dipertimbangkan
trakeostomi, bahkan pada beberapa kasus lebih dini. Pada hari ke-4
timbul kolonisasi bakteri yang dapat menyebabkan kondritis bahkan
stenosis subglotis.
Kerusakan
pada laringotrakea telah jauh berkurang dengan adanya perbaikan balon
dan pipa. Jadi trakeostomi pada pasien koma dapat ditunda jika ekstubasi
diperkirakan dapat dilakukan dalam waktu 1-2 minggu. Akan tetapi pasien
sadar tertentu memerlukan ventilasi intratrakea jangka panjang mungkin
merasa lebih nyaman dan diberi kemungkinan untuk mampu berbicara jika
trakeotomi dilakukan lebih dini.
3. A = Airway
Airway yang dimaksud adalah alat untk menjaga terbukanya jalan napas yaitu pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini berfungsi untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menyumbat jalan napas.
4. T = Tape
Tape yang dimaksud adalah plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
5. I = Introducer
Introducer
yang dimaksud adalah mandrin atau stilet dari kawat yang dibungkus
plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea
mudah dimasukkan.
6. C = Connector
Connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan bag valve mask ataupun peralatan anestesia.
7. S = Suction
Suction yang dimaksud adalah penyedot lendir, ludah, dan cairan lainnya.
Kontraindikasi
a. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
b. Keadaan trauma / obstruksi jalan nafas atas, mencegah aspirasi, penanganan jalan nafas jangka panjang, mempermudah proses weaning ventilator.
Penyulit IntubasiTrakea
Kesulitan
memasukkan pipa trakea berhubungan dengan variasi anatomi yang
dijumpai. Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka masimal
dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi empat
kelas. Sedangkan menurut Cormack dan Lehanne kesulitan intubasi juga
dibagi menjadi 4 gradasi.
Kesulitan intubasi umumnya ditemui pada kondisi:
1. Leher pendek dan berotot
2. Mandibula menonjol
3. Maksila/gigi depan menonjol
4. Uvula tidak terlihat (Mallampati 3 atau 4)
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
6. Gerak verteba servikal terbatas.
Indikasi Intubasi
Intubasi Orotrakeal
Intubasi orotrakeal dilakukan pada pasien-pasien:
1. Ancaman atau risiko terjadinya aspirasi yang lebih besar
2. Pemberian bantuan napas dengan menggunakan sungkup sulit dilakukan
3. Ventilasi direncanakan dalam waktu yang lama
4. Intubasi orotrakeal juga dilakukan sebagai prosedur tindakan bedah, seperti bedah kepala-leher, intratorak, dan lainnya.
Intubasi Nasotrakeal
Intubasi
nasotrakeal dapat dilakukan pada pasien-pasien yang akan menjalani
operasi maupun tindakan intraoral. Dibandingkan dengan pipa orotrakeal,
diameter maksimal dari pipa yang digunakan pada intubasi nasotrakeal
biasanya lebih kecil oleh karenanya tahanan jalan napas menjadi
cenderung meningkat. Intubasi nasotrakeal pada saat ini sudah jarang
dilakukan untuk intubasi jangka panjang karena peningkatan tahanan jalan
napas serta risiko terjadinya sinusitis.
Kontraindikasi
dari pemasangan pipa nasotrakeal antara lain fraktur basis cranii,
khususnya pada tulang ethmoid, epistaksis, polip nasal, koagulopati, dan
trombolisis.
Teknik Intubasi
Intubasi Orotrakeal
Intubasi orotrakeal biasanya menggunakan laringoskop dengan dua jenis blade yang paling umum digunakan, yaitu Macintosh dan Miller. Blade Macintosh
berbentuk lengkung. Ujungnya dimasukkan ke dalam Valekula (celah antara
pangkal lidah dan permukaan faring dari epiglotis). Pemakaian blade Macintosh ini memungkinkan insersi pipa endotrakeal lebih mudah dan dengan risiko trauma minimal pada epiglotis. Ukuran pada blade Macintosh pun beragam dari nomor 1 hingga nomor 4. Untuk dewasa, pada umumnya digunakan ukuran nomor 3.
Sedangkan blade Miller
berbentuk lurus, dan ujungnya berada tepat di bawah permukaan laringeal
dari epiglotis. Epiglotis kemudian diangkat untuk melihat pita suara.
Kelebihan dari blade Miller ini adalah anestesiologis dapat
melihat dengan jelas terbukanya epoglotis, namun di sisi lain jalur
oro-hipofaring lebih sempit. Ukuran bervariasi dari nomor 0 hingga nomor
4, dengan ukuran yang paling umum digunakan untuk dewasa berkisar
antara nomor 2 atau 3.
Pasien diposisikan dalam posisi “sniffing”,
dimana oksiput diangkat atau dielevasi dengan bantuan bantal atau
selimut yang dilipat dan leher dalam posisi ekstensi. Biasanya posisi
seperti ini akan memperluas pandangan laringoskopik. Sedangkan posisi
leher fleksi mempersulit dalam pasien membuka mulut.
Gambar 8. Sniffing Position
Laringoskop dipegang tangan kiri pada sambungan antara handle dan blade. Setelah memastikan mulut pasien terbuka dengan teknik “cross finger”
dari jari tangan kanan, laringoskop dimasukkan ke sisi kanan mulut
pasien sambil menyingkirkan lidah ke sisi kiri. Bibir dan gigi pasien
tidak boleh terjepit oleh blade. Blade kemudian diangkat
sehingga terlihat epiglotis terbuka. Laringoskop harus diangkat, bukan
didorong ke depan agar kerusakan pada gigi maupun gusi pada rahang atas
dapat dihindari.
Ukuran pipa endotrakeal (endotracheal tube
/ ETT) bergantung pada usia pasien, bentuk badan, dan jenis operasi
yang akan dilakukan. ETT dengan ukuran 7.0 mm digunakan untuk hampir
seluruh wanita, sedangkan ukuran 8.0 pada umumnya digunkan pada pria.
ETT dipegang dengan tangan kanan seperti memegang pensil lalu dimasukkan
melalui sisi kanan rongga mulut kemudian masuk ke pita suara. Bila
epiglotis terlihat tidak membuka dengan baik, penting untuk menjadikan
epiglotis sebagai landasan dan segera masukkan ETT di bawahnya lalu
masuk ke trakea. Tekanan eksternal pada krikoid maupun kartilago tiroid
dapat membantu memperjelas pandangan anestesiologis. Ujung proksimal
dari balon ETT ditempatkan di bawah pita suara, lalu balon dikembangkan
dengan udara positif dengan tekanan 20-30 cmH2O.
Pemasangan
ETT yang benar dapat dinilai dari auskultasi pada lima area, yaitu
kedua apeks paru, kedua basal paru, dan epigastrium. Bila suara napas
terdengar hanya pada salah satu sisi paru saja, maka diperkirakan telah
terjadi intubasi endobronkial dan ETT harus ditarik perlahan hingga
suara napas terdengar simetris di lapangan paru kanan dan kiri. ETT
kemudian difiksasi segera dengan menggunakan plester.
Gambar 9. Intubasi Orotrakeal
Intubasi Nasotrakeal
Anestesia
topikal dan vasokonstriksi pada mukosa hidung dapat diperoleh dengan
mengaplikasikan campuran antara 3% lidokain dan 0.25% phenylephrine.
Pada umumnya, ukuran ETT 6.0 hingga 6.5 mm digunakan pada hampir semua
wanita, sedangkan untuk laki-laki digunakan ETT dengan ukuran 7.0 hingga
7.5 mm. Setelah ETT melewati rongga hidung kemudian ke faring, pipa ETT
masuk ke glotis yang telah membuka. Intubasi dapat dilakukan dengan
bantuan laringoskop atau fiberoptik bronkoskop, atau dengan forsep
Magill.
Komplikasi
yang dapat terjadi hampir sama seperti yang terjadi pada intubasi
orotrakeal. Namun ada sedikit penambahan seperti terjadinya epistaksis
dan diseksi submukosa. Bila dibandingkan dengan intubasi orotrakeal,
intubasi nasotrakeal dihubungkan dengan peningkatan insidensi dari
sinusitis dan bakteremia.
Komplikasi
Tatalaksana
jalan napas merupakan aspek yang fundamental pada praktik anestesi dan
perawatan emergensi. Intubasi endotrakeal termasuk tatalaksana yang
cepat, sederhana, aman dan teknik nonbedah yang dapat mencapai semua
tujuan dari tatalaksana jalan napas yang diinginkan, misalnya menjaga
jalan napas tetap paten, menjaga paru-paru dari aspirasi, membuat
ventilasi yang cukup selama dilakukan ventilasi mekanik, dan sebagainya.
Komplikasi yang berhubungan dengan intubasi endotrakeal
Faktor-faktor predisposisi terjadinya komplikasi pada intubasi endotrakeal dapat dibagi menjadi:
Faktor pasien
- Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa karena memiliki laring dan trakea yang kecil serta cenderung terjadinya edema pada jalan napas.
- Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung mengalami trauma.
- Pasien dengan variasi kongenital seperti penyakit kronik yang didapat menimbulkan kesulitan saat dilakukan intubasi atau cenderung mendapatkan trauma fisik atau fisiologis selama intubasi.
- Komplikasi sering terjadi saat situasi emergensi.
Faktor yang berhubungan dengan anestesi:
- Ilmu pengetahuan, teknik keterampilan dan kemampuan menangani situasi krisis yang dimiliki anestesiologis memiliki peranan penting terjadinya komplikasi selama tatalaksana jalan napas
- Intubasi yang terburu-buru tanpa evaluasi jalan napas atau persiapan pasien dan peralatan yang adekuat dapat menimbulkan kegagalan dalam intubasi.
Faktor yang berhubungan dengan peralatan
- Bentuk standar dari endotracheal tube (ETT) akan memberikan tekanan yang maksimal pada bagian posterior laring. Oleh sebab itu, kerusakan yang terjadi pada bagian tersebut tergantung dari ukuran tube dan durasi pemakaian tube tersebut.
- Pemakaian stilet dan bougie merupakan faktor predisposisi terjadinya trauma.
- Bahan tambahan berupa plastik dapat menimbulkan iritasi jaringan.
- Sterilisasi tube plastik dengan etilen oksida dapat menghasilkan bahan toksik berupa etilen glikol jika waktu pengeringan inadekuat.
- Tekanan yang tinggi pada kaf dapat menimbulkan cedera atau kaf dengan tekanan yang rendah dapat pula menimbulkan cedera jika ditempatkan di bagian yang tidak tepat.
Kesulitan
menjaga jalan napas dan kegagalan intubasi mencakup kesulitan ventilasi
dengan sungkup, kesulitan saat menggunakan laringoskopi, kesulitan
melakukan intubasi dan kegagalan intubasi. Situasi yang paling ditakuti
adalah tidak dapat dilakukannya ventilasi maupun intubasi pada pasien
apnoe karena proses anestesi. Kegagalan dalam oksigenasi dapat
menyebabkan kematian atau hipoksia otak. Krikotirotomi (bukan
trakeostomi) merupakan metode yang dipilih ketika dalam keadaan
emergensi seperti pada kasus cannot-ventilation-cannot-intubation (CVCI).
Good
BalasHapus