Kita sering melihat di televisi,
ketika ada orang yang tenggelam atau kecelakaan atau mengalami serangan
jantung, tiba-tiba orang lain yang melihat langsung menggenjot dada dan
memberikan nafas buatan mulut ke mulut. Hal ini mungkin tidak ada di
Indonesia, orang yang tenggelam bukan malah diberikan nafas buatan akan
tetapi malah memukul perut untuk dikeluarkan airnya.
Tindakan seperti diatas, diluar
negeri adalah hal yang umum dan sering dilakukan, karna sebagian besar
penduduk disana sudah diberi pendidikan untuk melakukan tindakan nafas
buatan serta indikasi kapan tindakan tersebut dibutuhkan.
Nafas Buatan disebut juga
Resusitasi Jantung Paru atau Bantuan Hidup Dasar atau CPR
(CardioPulmonary Resuscitation), merupakan suatu tindakan kegawatan
sederhana tanpa menggunakan alat bertujuan menyelamatkan nyawa seseorang
dalam waktu yang sangat singkat (Rahmad, 2009).
Saya juga menyediakan modul
lengkap di akhir halaman, silahkan di download.
Kapan kita harus mempraktekkan RJP (Resusitasi
Jantung Paru) ?
Prinsip utamanya adalah, orang yang tidak bernafas dan atau
jantungnya tidak berdetak (Henti Jantung)
1. Orang yang tidak bernafas
Henti napas ditandai
dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara
pernapasan dari korban/pasien. Henti napas merupakan kasus yang
harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi
pada keadaan:
- Tenggelam
- Stroke (Mempunyai riwayat hipertensi, trus tiba-tiba jatuh/pingsan)
- Obstruksi jalan napas (Kerusakan daerah tenggorokan)
- Epiglotitis (Peradangan Pita Suara)
- Overdosis obat-obatan
- Tersengat listrik
- Infark miokard (Serangan Jantung)
- Tersambar petir
- Koma akibat berbagai macam kasus (Pingsan tanpa penyebab)
Pada awal henti napas
oksigen masih dapat masuk kedalam darah untuk beberapa menit dan jantung
masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika
pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar
korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.
2. Henti jantung
Pada saat terjadi henti
jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi darah. Henti
sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital
kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal)
merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.
Jika Kita Bertemu Dengan Orang
Seperti Diatas, Apa Yang Kita Lakukan ?
Ada dua prinsip penting, yaitu pertama
jika kita bertemu dengan orang seperti diatas, jangan lupa untuk memanggil
bantuan, karna RJP hanyalah tindakan pertolongan partama yang
selanjutnya perlu tindakan medis, yang kedua pastikan kondisinya memang
sesuai dengan kriteria RJP melalui pemeriksaan primer.
See Picture :
(Skema RJP)
Pemeriksaan Primer
Prinsip pemeriksaan primer
adalah bantuan napas dan bantuan sirkulasi. Untuk dapat mengingat dengan
mudah tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C, yaitu :
· A airway
(jalan napas)
· B breathing
(bantuan napas)
· C circulation (bantuan sirkulasi)
Sebelum melakukan tahapan A
(airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada
korban/pasien, yaitu :
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong
2. Memastikan kesadaran dari korban/pasien.
Untuk memastikan korban
dalam keadaan sadar atau tidak penolong harus melakukan upaya agar dapat
memastikan kesadaran korban/pasien, dapat dengan cara menyentuh atau
menggoyangkan bahu korban/pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah
pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak
!!! / Bu!!! / Mas!!! /Mbak !!!.
3. Meminta pertolongan.
Jika ternyata
korban/pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta
bantuan dengan cara berteriak “Tolong !!!” untuk
mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.
4. Memperbaiki posisi korban/pasien.
Untuk melakukan
tindakan RJP yang efektif, korban/pasien harus dalam posisi terlentang
dan berada pada permukaan yang rata dan keras. jika korban
ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke
posisi terlentang. Ingat! penolong harus membalikkan
korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan
secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus
dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan
kedua tangan diletakkan di samping tubuh.
5. Mengatur posisi penolong.
Segera berlutut sejajar
dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan sirkulasi,
penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakkan lutut.
See Picture:
(Posisi Penolong Yang Benar)
A. (AIRWAY) Jalan Napas
Setelah
selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan
melakukkan tindakan :
a) Pemeriksaan jalan napas
Tindakan
ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh
benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau
sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari
tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda
keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.
Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari
diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.
b) Membuka jalan napas
Setelah
jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada
korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis
akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan
jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan
cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan
Manuver Pendorongan Mandibula (Rahang Bawah).
B. (BREATHING) Bantuan napas
Prinsipnya adalah
memberikan 2 kali ventilasi sebelum kompresi dan memberikan 2 kali
ventilasi per 10 detik pada saat setelah kompresi. Terdiri dari 2 tahap :
1. Memastikan korban/pasien tidak bernapas.
Dengan
cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan
merasakan hembusan napas korban/pasien. Untuk itu penolong harus
mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban/pasien, sambil tetap
mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak
boleh melebihi 10 detik.
2. Memberikan bantuan napas.
Jika
korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukkan melalui
mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat
pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali
hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5 – 2
detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 7000 – 1000 ml (10 ml/kg)
atau sampai dada korban/pasien terlihat mengembang. Penolong harus
menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai
volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya
16 – 17%. Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban/pasien
setelah diberikan bantuan napas.
Cara memberikan bantuan
pernapasan :
o Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan
menggunakan cara ini merupakan cara yang tepat dan efektif untuk
memberikan udara ke paru-paru korban/pasien. Pada saat dilakukan
hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam
terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut
korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat mengghembuskan
napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban/pasien dengan
ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari
hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah
700 – 1000 ml (10 ml/kg). Volume udara yang berlebihan dan laju
inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung,
sehingga terjadi distensi lambung.
o Mulut ke hidung
Teknik ini
direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak
memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami
luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong
harus menutup mulut korban/pasien.
o Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami
laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea langsung
ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus
dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.
C. (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi
Terdiri dari 2 tahapan :
1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien.
Ada
tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentukan dengan meraba
arteri karotis di daerah leher korban/ pasien, dengan dua atau tiga jari
tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan
leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian
sisi kanan atau kiri kira-kira 1 – 2 cm raba dengan lembut selama 5 – 10
detik.
Jika
teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban
dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai
pernapasan korban/pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan
pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas.
2. Memberikan bantuan sirkulasi.
Jika
telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan
bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar,
dilakukan dengan teknik sebagai berikut :
o Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong
menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang
dada (sternum).
o Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur
kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat
untuk meletakan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.
o Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara
menumpuk satu telapak tangan di atas telapak tangan yang lainnya,
hindari jari-jari tangan menyentuh dinding dada korban/pasien, jari-jari
tangan dapat diluruskan atau menyilang.
o Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan
dinding dada korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur
sebanyak 30 kali (dalam 15 detik = 30 kali kompresi) dengan
kedalaman penekanan berkisar antara 1.5 – 2 inci (3,8 – 5 cm).
o Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya
dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap kali
melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan
kompresi harus sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty
Cycle).
o Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan
atau merubah posisi tangan pada saat melepaskan kompresi.
o Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah
30 : 2 (Tiap 15 detik = 30 kompresi dan 2 kali tiupan nafas), dilakukan
baik oleh 1 atau 2 penolong.
Dari
tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60 –
80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac
output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai
dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya
tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30
detik.
RINGKASAN MELAKUKAN RJP
(RESUSITASI JANTUNG PARU)
Sebagai Ringkasan,
Penolong dapat mengikuti urutan sebagai berikut :
1. Penilaian korban
Tentukan kesadaran
korban/pasien (sentuh dan goyangkan korban dengan lembut dan mantap),
jika tidak sadar, maka
2. Minta pertolongan serta aktifkan sistem emergensi
3. Jalan napas (AIRWAY)
o Posisikan korban/pasien
o Buka jalan napas dengan manuver tengadah
kepala-topang dagu.
4. Pernapasan (BREATHING)
Nilai pernapasan untuk
melihat ada tidaknya pernapasan dan adekuat atau tidak pernapasan
korban/pasien.
5. Jika korban/pasien dewasa tidak sadar dengan napas spontan,
serta tidak ada trauma leher (trauma tulang belakang) posisikan korban
pada posisi mantap (Recovery positiotion), dengan tetap menjaga
jalan napas tetap terbuka.
6. Jika korban/pasien dewasa tidak sadar dan tidak bernapas,
lakukkan bantuan napas. Di Amerika serikat dan di negara lainnya
dilakukan bantuan napas awal sebanyak 2 kali, sedangkan di Eropa,
Australia, New Zealand diberikan 5 kali. Jika pemberian napas awal
terdapat kesulitan, dapat dicoba dengan membetulkan posisi kepala
korban/pasien, atau ternyata tidak bisa juga maka dilakukan :
ü Untuk orang awam dapat dilanjutkan dengan kompresi dada
sebanyak 30 kali dan 2 kali ventilasi, setiap kali membuka jalan napas
untuk menghembuskan napas, sambil mencari benda yang menyumbat di jalan
napas, jika terlihat usahakan dikeluarkan.
ü Untuk petugas kesehatan yang terlatih dilakukan manajemen
obstruksi jalan napas oleh benda asing.
ü Pastikan dada pasien mengembang pada saat diberikan bantuan
pernapasan.
ü Setelah memberikan napas 12 kali (1 menit), nilai kembali
tanda-tanda adanya sirkulasi dengan meraba arteri karotis, bila nadi ada
cek napas, jika tidak bernapas lanjutkan kembali bantuan napas.
7. Sirkulasi (CIRCULATION)
Periksa
tanda-tanda adanya sirkulasi setelah memberikan 2 kali bantuan
pernapasan dengan cara melihat ada tidaknva pernapasan spontan, batuk
atau pergerakan. Untuk petugas kesehatan terlatih hendaknya memeriksa
denyut nadi pada arteri Karotis.
- jika ada tanda-tanda sirkulasi, dan ada denyut nadi tidak dilakukan kompresi dada, hanya menilai pernapasan korban/pasien (ada atau tidak ada pernapasan)
- Jika tidak ada tanda-tanda
sirkulasi, denvut nadi tidak ada lakukan kompresi dada
- Letakkan telapak tangan pada posisi yang benar
- Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali tiap 10 detik
- Buka jalan napas dan berikan 2 kali bantuan pernapasan.
- Letakkan kembali telapak tangan pada posisi yang tepat dan mulai kembali kompresi 30 kali tiap 10 detik.
- Lakukan 4 siklus secara lengkap (30 kompresi dan 2 kali bantuan pernapasan)
8. Penilaian Ulang
Sesudah 4 siklus ventilasi
dan kompresi kemudian korban dievaluasi kembali,
ü Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan
napas
dengan rasio 30 : 2.
ü Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada
posisi mantap
ü Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan
napas sebanyak 10 – 12 kali permenit dan monitor nadi setiap saat.
ü Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi
teraba, jaga agar jalan napas tetap terbuka kemudian korban/pasien
ditidurkan pada posisi sisi mantap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar